Jika UU Pemilu tidak direvisi dan presidential threshold tetap 20%, maka berpotensi terbentuk 2 koalisi pasangan Capres-Cawapres. Problemnya, banyak partai politik papan tengah yang cenderung bersikap pragmatis, asal menang, dan tidak memiliki tokoh publik yg marketable, maka mereka cenderung mengekor ke partai2 besar. Akibatnya, hanya terbentuk koalisi 2 pasangan Capres-Cawapres.
Jika skenarionya 2 pasangan Capres, besar kemungkinan yang akan maju adalah Prabowo-Puan dan Anies-AHY. Sementara nama-nama populer lain seperti Ganjar Pranowo, Ridwan Kamil, dan Sandiaga Uno, akan terganjal oleh ketiadaan dukungan partai politik.
Di PDIP, nama Puan akan lebih diprioritaskan sbg trah Soekarno. Selain itu, pengalaman mengajukan Jokowi sbg presiden melahirkan evaluasi bahwa meskipun ybs “petugas partai”, namun tidak bisa dikendalikan penuh oleh kekuatan Teuku Umar. Bahkan, jika Ganjar yang berkarakter luwes, cair dan mudah membangun network politik diajukan sbg representasi PDIP, hal itu berpeluang membuka manuver-manuver para pialang politik di PDIP untuk mengambil alih (take over) kepemimpinan PDIP dari trah Soekarno, utamanya ketika Megawati sudah memutuskan mundur dari panggung politik praktis untuk regenerasi. Fenomena yang terjadi di Partai Demokrat saat ini, dimana muncul makelar2 kekuasaan yang malas bekerja keras membangun mesin politik dan berusaha mencaplok kekuatan partai lain, berpotensi membayangi dan mengancam setiap proses regenerasi politik di partai-partai, tak terkecuali PDIP di tangan Puan kelak.
Sementara kartu politik Sandiaga Uno ditentukan oleh maju atau tidaknya Prabowo di Pilpres 2024. Sedangkan Ridwal Kamil kemungkinan akan terpental karena ketiadaan dukungan Parpol asal, kecuali dia bisa meyakinkan sejumlah Parpol bahwa dukungan utk dirinya adalah urgen dan relevan.
Maka, peluang pasangan koalisi Capres-Cawapres yg berpeluang terjadi adalah Prabowo-Puan & Anies-AHY. Puan akan disubtitusikan PDIP yang memiliki suara besar, namun dengan elektabilitas terbatas. Sementara tim Gerindra, jika Prabowo maju, mereka akan meyakinkan agar Anies tidak maju di perhelatan 2024. Dalam konteks ini, jejaring politik Jusuf Kalla akan memainkan peran penting. Jika mereka mampu meyakinkan Nasdem dan PKS saja, bergabung dengan Demokrat yang akan mengusung AHY, maka perkawinan politik Anies-AHY yg didukung 3 partai yang masing2 berkekuatan 8%, maka akan melampauo syarat presidential threshold 20%. Anies-AHY bisa merepresentasikan kekuatan muda dan simbol regenerasi kepemimpinan nasional. Sedangkan Prabowo-Puan akan dipandang wakil mereka yang berpengalaman di pemerintahan.
Peta 2024 juga akan sangat ditentukan oleh sikap Golkar dan PKB yang memiliki kekuatan suara cukup baik, namun minim tokoh yang markatabel di pasar politik tanah air. Karakternya, Golkar akan bergabung dengan koalisi besar yang dianggap berpotensi besar menang. Sedangkan PKB yang belum pernah salah memiliih pasangan Capres selama 4 kali Pilpres terakhir, akan bersikap rasional dan punya pertimbangan yang lebih strategis. Namun patut diingat, Pilpres 2024 akan merujuk kembali pada 2004 & 2014, dimana kekuatan koalisi besar tidak menjamin Capres-Cawapresnya terpilih, jika memang tidak connect dengan harapan rakyat.
Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Studies (INDOSTRATEGIC)
A. Khoirul Umam, PhD
—
[JDP]
Leave A Comment