1. Polemik impor beras di masa panen ini kembali mengkonfirmasi bahwa sejatinya, kebijakan publik di sektor pangan nasional masih tidak didasarkan pada basis koordinasi yang jelas dan memadai. Masing-masing kementerian bermain sendiri-sendiri, tidak ada grand design kedaulatan pangan yang jelas.
2. Sangat aneh sekaligus ironi menyaksikan bagaimana Menteri Pertanian dan Kepala Bulog meminta maaf karena tidak memiliki otoritas menghentikan kebijakan impor beras. Sementara Menteri Perdagangan pasang badan untuk menjadi sasaran yang siap dipersalahkan. Padahal, pasca kasus impor sapi yang melibatkan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), KPK telah mengajukan sejumlah langkah mitigasi kebijakan impor pangan, yang diharapkan bisa mengurai skandal permainan oligarki di sektor pangan. Jika langkah-langkah pencegahan dari KPK itu dianggap angin lalu, maka hal itu menegaskan bahwa sektor pangan nasional masih menjadi “sarang permainan oligarki’, yakni perselingkuhan antara kepentingan politik dan ekonomi, dengan menyalahgunakan instrumen kebijakan publik. Hal itu merupakan bentuk pemiskinan terstruktur kepada kaum petani nasional, yang seharusnya dilindungi. Sementara, data Kementan sejak 2010 hingga kini menunjukkan, setidaknya ada sekitar 60% jenis komoditas pangan nasional, yang lebih banyak disuplai oleh barang-barang dari komoditas impor.
3. Artinya, janji-janji politik tentang kedaulatan pangan, berdikari di atas kaki sendiri, semua itu tak lebih dari sekadar jargon-jargon politik yang hampa makna. Kita lihat bagaimana kasus impor bawang, impor buah-buahan, impor daging, yang melibatkan elit politik dan para pemain bisnis yang beritanya sempat mencuat, kini tiba-tiba hilang.
4. Parahnya, dalam situasi seperti itu, pemerintahan seolah “autopilot”. Presiden Joko Widodo sering memilih sikap diam, dan baru bersikap ketika posisi politiknya terpojok. Hingga hari ini, juga belum ada klarifikasi jelas dari pihak Istana Kepresidenan. Seolah ada keengganan untuk berhadapan langsung dengan kekuatan politik-bisnis yang mengambil untung di sekitar kekuasaan. Presiden seharusnya bersikap tegas. Tidak baik berpura-pura tidak tahu atas apapun yang dilakukan oleh para bawahannya di lingkaran kekuasaannya. Presiden seharusnya cepat tanggap, bukan justru mendiamkan polemik kebijakan impor yang jelas-jelas tidak berfaedah bagi kaum petani nasional ini. Rakyat tidak lagi butuh gimmick, rakyat lebih membutuhkan keberpihakan riil dari kebijakan negara yang pro terhadap kedaulatan pangan nasional, sikap petani dan wong cilik di negeri ini.
Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs (INDOSTRATEGIC)
A. Khoirul Umam, PhD
—
[JDP]
Leave A Comment